Rabu, 18 November 2015

Puisi Kemenangan Berawal Dari Perjuangan

Hasil gambar untuk cerpen

        Namaku winda, aku berusia 12 tahun, aku baru memasuki smp favoritku yaitu SMPN 1. Pada suatu hari di sekolah ada pelajaran penjas yang pada saat itu aku disuruh membawa raket.
Di sekolah
“Hai winda” sapa sahabatku fira. “Iya fira” jawab ku. Belum sempat mengobrol bel sudah berbunyi, Kriiing kriiing, bel masuk berbunyi, aku dan teman teman langsung menuju lapangan, masing-masing membawa raket yang berbeda-beda, mungkin raketku yang paling murah dan jelek ucapku dalam hati sambil melamun, tiba-tiba fira menyadarkan lamunan ku “Win winda…” ucap fira sambil melambaikan tangannya di depan muka ku “Eh iya ada apa” ucap ku dengan kaget “Itu kita suruh kumpul di sana” ucap fira sambil menunjuk bawah pohon beringin.
“Materi kita sekarang badminton atau bulutangkis” seru pak fadli “Oke langsung ke tengah lapangan” seru pak fadli. Dari dulu aku jarang bermain badminton karena raket ku rusak sejak sd, ini pun hanya dibetulkan untuk sementara.
“Fira aku dengan kamu ya?” pinta ku kepada fira, “Pasti donk win” ucap fira.
Kami diajari teknik dasar sekarang kami diberi kebebasan untuk bermain masin-masing. “Aduh aku gak bisa bisa nih” ucapku mengomel “Semangat kamu pasti bisa kok win, ayo kita main lagi” seru fira menyemangati ku. Aku tidak berhenti mencoba dan mencoba, apa mungkin karena raket ku yang jelek aku menjadi tidak bisa bermain ini, tanyaku dalam hati, lagi-lagi aku melamun “Winda, dari tadi aku lihat kamu melamun terus, ada apa cerita saja ke aku, aku siap kok jadi pendengar mu” seru fira mengusulkan “Tapi tidak disini, disana saja yuk” pinta ku sambil menunjuk kursi di bawah pohon
“Fir aku ingin sekali mahir bermain badminton dan memiliki raket baru” ucapku bersedih “Aku bisa bantu, kamu mau tidak aku ajari setiap sore di rumah ku?” usul fira “Wah benar fir?, terimakasih ya kamu memang sahabat terbaikku” ucap ku bahagia
Setelah 1 bulan aku belajar, aku sudah bisa bermain badminton, tapi masalah ku belum selesai karena aku ingin raket baru, tapi itu tidak mungkin karena ibuku hanya buruh cuci dan ayah ku hanya kuli bangunan walaupun begitu aku tetap sayang pada mereka jadi aku tidak mungkin menggunakan uang mereka hanya untuk kepentingan ku sendiri.
Suatu hari aku dan fira sedang berjalan-jalan mengelilingi sekolah tiba-tiba fira mengagetkan ku “Win win winda liat deh selembaran yang tertempel di mading itu” seru fira sambil menunjuk madding “Ada apa sih fir?” ucap ku penasaran. Di kertas itu tertulis ada lomba badminton dan yang menang akan mendapatkan uang sebesar 1 juta dan pelatihan selama 3 bulan. “Kamu ikut saja win, hadiahnya bisa untuk orangtua mu dan membeli raket yang kamu inginkan” usul fira “Apa aku bisa?” ucap ku ragu-ragu “Pasti.. kamu pasti bisa” ucap fira meyakinkan “Ok aku akan ikut, tapi apa kamu tidak ikut?” tanya ku “Tidak ah aku ingin menyemangatimu saja” ucap fira
Pagi hari minggu, aku dan fira sudah bersiap-siap, kami naik angkot untuk sampai ke tempat perlombaan, sesampainya aku disana antrian pendaftarannya sangat panjang “Fira antriannya sangat panjang apa kamu mau menemaniku?” ucap ku sedih “iya aku mau kok” ucapnya. Akhirnya aku mendapat kesempatan mendaftar tapi perlombaan diadakan minggu depan “Ayo kita pulang” ucap ku yang sudah mendapatkan kesempatan mendaftar.
Saat hari minggu yang ditunggu-tunggu, aku memasuki lapangan fira menyemangatiku, orangtua ku tidak tau sehingga tidak ada mereka yang menyemangatiku “Ayo ayo winda, semangat” teriak fira. Waktu dan permainan terus berjalan dan aku masuk final “Horee aku masuk final, terimakasih ya fir kamu sudah menjadi penyemangat ku” ucap ku senang “Iya” fira ikut tersenyum. Aku menjadi pemenang juara 2 setelah diseleksi walaupun begitu aku tetap mendapatkan hadiah 1 juta dan pelatihan 2 bulan. Aku senang karena aku bisa mempunyai raket baru dan menjalankan pelatihan badminton bersama sahabatku fira.
Semua uang hasil lomba, ku berikan kepada orangtua ku mereka bangga kepada ku dan mengucapkan terimakasih kepada fira “Nak terimakasih ya sudah mengajari anak ibu” ucap ibu ku
“Aku memberi ini untuk mu terima ya, sebagai ucapan terimakasih” ucap ku memberikan raket yang sama dengan ku “Benar? Terimakasih ya” ucapnya “harusnya aku yang berterimakasih” ucap ku “Iya sama-sama” fira tersenyum. Sekarang ibuku tidak menjadi buruh cuci lagi karena membuka warung dari hadiah uang hasil kerja keras ku, aku senang ekonomi keluarga ku tidak seburuk dahulu ayah pun ikut membantu ibu. Sekarang aku tau bahwa kemenangan berawal dari perjuangan

1 komentar: